Quantcast
Channel: Indonesia Proud
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1949

IOV Indonesia Youth Section: Anak Muda Pahlawan Budaya

$
0
0

iov youth di indonesiaproud wordpress comKita baru saja memperingati Hari Pahlawan, 10 November. Saat kita mendengar kata “pahlawan,” apa yang terbersit di benak anda? Seseorang yang memanggul senjata, maju dengan gagah berani dan berjuang di medan perang sambil mengibarkan bendera? Hal itu tidak lagi kita lihat di zaman pembangunan sekarang ini.

Perjuangan para pahlawan saat ini adalah mengisi kemerdekaan bangsa dengan pembangunan negeri dan mengharumkan nama bangsa, baik dalam negeri maupun di dunia internasional lewat prestasi yang mereka raih.

Anak bangsa yang tergabung dalam IOV (international Organization for Folkart) Indonesia Youth Section layak disebut pahlawan, bukan karena mereka berhasil mempertahankan Indonesia dari serangan musuh, tapi karena kesediaan dan perjuangan mereka untuk melestarikan budaya Indonesia yang nyaris ditinggalkan, di saat anak anak seusianya menghabiskan banyak waktu untuk bermain atau berkumpul bersama teman-teman.

IOV Indonesia Youth Section merupakan sebuah lembaga yang berada di bawah naungan Unesco, Badan PBB yang mengurusi bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya, yang tugas utamanya adalah melestarikan kesenian rakyat di seluruh dunia, mulai dari tarian, musik, kuliner, cerita rakyat, permainan tradisional, kerajinan tangan dan bentuk bentuk kesenian lainnya.

Indonesia telah memiliki komisi muda untuk IOV sejak Maret 2010, dan secara aktif mengirimkann anak anak muda dari berbagai usia untuk melaksanakan misi budaya meperkenalkan kesenian rakyat Indonesia pada festival festival kesenian rakyat internasional. Teman teman dari IOV Indonesia Youth Section ini merupakan pelajar setingkat sekolah dasar sampai universitas yang tergabung dalam grup kesenian rakyat dari instansi sekolah dan universitas masing masing. Pada tahun ini sebanyak hampir 300 peserta melaksanakan misi budaya ke berbagai negara di dunia.

Mengapa mereka layak disebut sebagai pahlawan? Karena misi kebudayaan yang dilakukan oleh teman-teman kita ini tidak mudah. Para peserta harus berlatih hampir setiap hari selama kurang lebih 3 sampai 6 bulan sebelum mereka akhirnya berangkat menuju misi budaya di luar negeri, bahkan ada yang waktu latihannya sampai tengah malam, terutama teman teman yang duduk di bangku kuliah, karena mereka harus membagi waktu antara kuliah, mengerjakan tugas, praktek magang, berorganisasi dan latihan.

Demi mendapatkan hasil terbaik, setiap tim berlatih keras agar dapat menampilkan pertunjukan tari dan music tradisional Indonesia dengan sempurna kepada publik di luar negeri. Annisa Pramudita, salah seorang anggota Radha Sarisha Fisip Universitas Indonesia berujar, “Yang paling berat dari misi budaya adalah latihannya, karena proses latihan seringkali amat panjang, bahkan hingga tengah malam, sedangkan besoknya tetap harus kuliah, dan beban tugas yang harus dikerjakan, rasanya pengen nangis, badan sudah letih, tapi semuanya harus dijalani karena misi budaya ini membawa nama Indonesia”.

Selain itu, selama mengemban misi budaya di negara tujuan, tentunya banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi, mulai dari berpuasa di negeri orang, bahkan harus merayakan Idul Fitri di negara orang lain, seperti dituturkan Addina dari tim Bireun Seudati Universitas Pelita Harapan yang melaksanakan misi kebudayaan ke Amerika Serikat selam sebulan penuh.

“Beban terberatnya ketika kita harus berpuasa selama disana, karena waktu terbenam matahari di Amerika jauh lebih lama dari di Indonesia, jadi otomatis waktu puasa jadi lebih lama, ditambah lagi suasana Ramadhan di Amerika jauh berbeda dengan di Amerika,”

Addina menambahkan bahwa hal lain yang menjadi tantangan adalah saat harus berlebaran di negeri Paman Sam tersebut. “Saat Lebaran, rasanya sedih banget, karena harus jauh dari keluarga di Indonesia, untungnya ada teman teman satu tim yang juga merayakan Idul Fitri, jadi bisa tetap semangat,” ujarnya.

Lain lagi pengalaman Almira Audi, siswi SMA Al Azhar Kelapa Gading yang bersama timnya, Azkafada, mewakili Indonesia dalam misi kebudayaan ke Jepang. “Kendala terbesarnya masalah bahasa, karena orang orang Jepang jarang yang bisa berbahasa Inggris, jadi saat kita diminta mengajar tarian Indonesia, harus bolak balik ke penerjemahnya, juga makanannya karena tentunya beda dengan makanan di Indonesia.”

Namun keduanya mengakui bahwa semua hambatan tersebut terbayar dengan sambutan meriah para penonton yang menyaksikan pertunjukan mereka. Hasilnya adalah deretan decak kagum, dan tepuk tangan tak henti hentinya setiap tim Indonesia selesai tampil. Dengan jerih payah dan ketekunannya teman teman dari IOV Indonesia Youth ini berhasil membawa harum nama bangsa Indonesia di berbagai penjuru dunia.

Sumber: Andris Adhitra, S.H. (iovindonesiayouth.blogspot.com)



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1949

Trending Articles