Semprotan antinyamuk hasil penelitian 3 pelajar Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, berhasil meraih medali emas untuk kategori inovasi terbaik di ajang “World Young Inventors Exhibition” dalam gelaran ITEX’18 sekitar pertengahan Mei 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Arif Hidayat menuturkan bahwa penemuan itu berawal ketika dirinya bersama rekannya bernama Endi Juniardi dan Aqshal Dwi Raldo mengamati pohon mahoni yang tumbuh di sebelah pagar sekolah mereka.
Mahoni merupakan tanaman anggota suku Meliaceae yang memiliki ketinggian berkisar 35 hingga 40 meter dengan diameter batang mencapai 125 sentimeter. Pohon ini dapat mengurangi polusi udara sekitar 69 persen sehingga dikenal sebagai pohon pelindung, filter udara, sekaligus tangkapan air.
Pengamatan itu memunculkan gagasan untuk meneliti manfaat lain dari pohon yang bernama latin Swietenia macrophilla tersebut.
“Masyarakat menganggap pohon mahoni hanya bermanfaat kayu dan daunnya saja sehingga memicu kami untuk meneliti manfaat kesehatan dari pohon tersebut,” ujar Arif.
Setelah melakukan serangkaian penelitian ilmiah, ternyata ekstrak biji mahoni memiliki senyawa saponin yang tidak disukai serangga sehingga dapat mencegah gigitan nyamuk demam berdarah.
Kayu pohon mahoni bermanfaat untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga, sementara bijinya mengandung flavonoid dan saponin. “Saponin inilah yang menjadi dasar terbentuknya semprotan pelindung kulit dari gigitan nyamuk,” ungkap Arif.
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang memiliki rasa pahit dan berbuih apabila dikocok dengan air. Senyawa ini berfungsi sebagai antibakteri dan antiserangga.
“Hanya dengan sekali semprot dapat melindungi kulit dari gigitan nyamuk selama delapan jam. Kami menjamin produk ini 100 persen alami, tanpa bahan kimia,” tuturnya.
Hasil penelitian ilmiah itu dikemas dalam botol-botol kecil ukuran 100 mililiter dan dijual secara online seharga Rp15.000/botol. Mereka menambahkan aroma dari perasan kulit jeruk untuk memberikan kesan ramah pada hidung.
“Kami berharap, penelitian yang telah kami lakukan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang, terutama di Indonesia yang masih tercatat memiliki banyak kasus demam berdarah,” ucapnya.
Sumber: antaranews.com (03/06/18)